Bapa Kami
Pemahaman Doa Bapa Kami
[Puji Syukur no 10] |
[Puji Syukur no 11] |
[Puji Syukur no 12] |
Bapa kami yang ada di surga, Dimuliakanlah nama-Mu. Datanglah kerajaan-Mu. Jadilah kehendak-Mu di atas bumi seperti di dalam surga. Berilah kami rezeki pada hari ini, dan ampunilah kesalahan kami, seperti kamu pun mengampuni yang bersalah kepada kami. Dan janganlah masukkan kami ke dalam pencobaan, tetapi bebaskanlah kami dari yang jahat.(Sebab Engkaulah raja yang mulia dan berkuasa untuk selama-lamanya. Amin). |
Bapa Kami yang di surga, dikuduskanlah nama-Mu, datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di surga. Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya, dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami; dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat.(Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya.Amin.) |
Bapa, dikuduskanlah nama-Mu, datanglah Kerajaan-Mu. Berilah kami setiap hari makanan kami yang secukupnya, dan ampunilah kami akan dosa kami, sebab kami pun mengampuni setiap orang yang bersalah kepada kami; dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan. (Amin.) |
Misale Romanum.((Mat 6:9-13)) |
Injil ((Mat 6:9-13)) |
Injil ((Luk 11:2-4)) |
Doa “Bapa Kami” versi Injil Matius terdapat dalam Mat 6:5-15, di mana Yesus mengajarkan bagaimana seharusnya para murid berdoa. Dalam pengajaran tersebut, Yesus menasihatkan dua hal penting sehubungan dengan doa. Pertama , Ia menasihati para muridNya, agar mereka “jangan berdoa seperti orang munafik”, yang suka memamerkan doanya di hadapan orang banyak (bdk ay 5). Untuk mencegah kemunafikan, baiklah para murid berdoa di tempat tersembunyi, yang jauh dari keramaian (bdk ay 6). Kedua, Yesus menasihati para muridNya, supaya dalam berdoa, mereka “jangan bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah” (bdk ay 7). Daripada bertele-tele, jauh lebih baik mereka langsung menyampaikan apa yang mereka perlukan; sebab sebelum mereka minta, sesungguhnya Allah telah mengetahuinya (bdk ay 8). Sesudah Yesus menasehatkan dua hal penting tersebut, Ia kemudian mengajarkan doa “Bapa Kami” berikut ini:
“Bapa kami yang ada di surga:
Dikuduskanlah namaMu,
datanglah kerajaanMu,
jadilah kehendakMu di bumi seperti di surga.
Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya
dan ampunilah kami akan kesalahan kami,
seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami;
dan janganlah membawa kami ke dalam percobaan,
tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat.”
(Karena Engkaulah yang empunya kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanva. Amin.)
Doa singkat ini dibuka dengan menyapa Allah sebagai “Bapa”. Selanjutnya disampaikan enam permohonan yang tersusun secara paralel. Tiga permohonan dimaksudkan bagi “kepentingan Allah” dan tiga permohonan dimaksudkan bagi “keperluan manusia”, Bagi kepentingan Allah, dimohonkan agar nama-Nya dikuduskan, kerajaanNya datang, dan kehendak-Nya terjadi (bdk ay 9-10). Sedangkan bagi keperluan manusia, dimohonkan agar diberi makanan secukup-nya, diampuni kesalahannya, dan dilepaskan dari yang jahat (bdk ay 11-13) . Supaya isi doa ini dapat dipahami dengan baik, berikut ini akan dijelaskan dengan ringkas makna dari setiap permohonan.
(a) “Bapa kami yang di surga”
Dalam pengajaranNya kepada para murid, Yesus memang sering kali menyebut Allah sebagai “Bapamu yang di surga” (bdk Mat 5:16.45.48; 6:14.26.32; 7:11; 18:14) atau “BapaKu yang di surga” (bdk Mat 7:21; 10:32.33; 12:50; 18:10.19.35) , sebab “Bapa” para murid dan “Bapa” Yesus adalah sama (bdk Yoh 20:17) . Mereka tidak boleh menyebut siapapun “bapa di bumi ini”, karena mereka hanya mempunyai satu “Bapa”, yaitu “Dia yang di surga” (bdk Mat 23:9). Dengan menyebut Allah sebagai “Bapa”, relasi manusia dengan Allah telah ditingkatkan dari relasi antara “cipiaan” dan “Pencipia” menjadi relasi antara “anak” dan “Bapa” (bdk Mrk 14:36; Rom 8:15; Gal 4:6). Lain dari relasi “ciptaan” dan “Pencipta” yang sangat renggang (bdk Yes 55:9), relasi “anak” dan “Bapa” sangat intim, sehingga mereka saling mengenal baik satu sarna lain (bdk Mat 11:27) . Para murid dapat mengenal “Bapa” dengan baik, karena Yesus telah memperkenalkanNya kepada mereka (bdk Yoh 1:18; 14:6-11). Sebagai sahabat-sahabat Yesus (bdk Yoh 15:15) , para murid telah menyatu dengan Yesus (bdk Yoh 6:56; 17:23), sehingga bersama Dia mereka boleh berseru: “Ya Abba, ya Bapa (bdk Rom 8:15; Gal 4:6) . Jadi dengan berseru: “Bapa kami yang di surga” (bdk Mat 6:9), para murid membangun relasi yang akrab dengan Allah, sehingga mereka dapat berdoa dengan santai, tanpa takut untuk menyampaikan permohonan mereka kepada Allah.
Untuk menumbuhkan semangat kebersamaan di antara para murid, secara khusus dipakai kata “kami”, bukan kata “aku”, Sebab Allah memang bukan Bapa untuk satu orang atau sekelompok orang saja, melainkan Bapa bagi semua orang (bdk Mat 5:45).
(b) “Dikuduskanlah namaMu”
Bagi bangsa Israel , nama bukan hanya sekedar sebutan, panggilan atau tanda pengenal; tetapi menyatakan sifat, karakter atau kepribadian yang memilikinya (bdk 1 Sam 25:25). Jadi “menguduskan nama Allah” berarti memuliakan, membesarkan atau meninggikan jatidiri Allah. Para nabi memang sering mengungkapkan keinginan Allah untuk “menguduskan namaNya” di tengah bangsa-bangsa (bdk Yeh 36:23), khususnya di kalangan bangsa Israel (bdk Yes 29:23). Sehubungan dengan keinginan Allah tersebut, bangsa Israel harus berusaha untuk memelihara “kekudusan nama Allah” (bdk Im 18:21; 19:12; 21:6), dengan hidup. kudus sesuai dengan perintah Allah (bdk Im 18:1-5; 19:1-2; 20:7.26). Dalam konteks itulah, Yesus mengajak para muridNya untuk “menguduskan nama Allah”, yakni dengan melakukan perbuatan-perbuatan baik di tengah-tengah orang banyak, supaya dengan melihat perbuatan-perbuatan baik tersebut, mereka pun akhirnya “memuliakan Bapa yang di surga” (bdk Mat 5:16). Jadi nama Allah dikuduskan pertama-tama dengan “perbuatan baik”, bukan dengan “ucapan bibir” (bdk Yes 29:13; Mat 15:8; Mrk 7:6). Tidak cukup dengan berseru: “Kudus, kudus, kuduslah Tuhan!” (bdk Yes 6:3; Why 4:8), melainkan dengan berbuat baik dalam hidup sehari-hari (bdk Mat 7:21; 2 Tes 3:13; Yak 2:14).
(c) “Datanglah kerajaanMu”
Menurut keyakinan bangsa Israel , “Tuhan adalah Raja untuk seterusnya dan selama-lamanua” (bdk Mzm 10:16; 29:10; 146:10). Bukan hanya Raja atas bangsa Israel , melainkan Raja atas seluruh bumi (bdk Mzm 47:3.8; Za 14:9). Berbeda dengan raja-raja lain, Tuhan adalah “Raja Kemuliaan ” (bdk Mzm 24:7-10) alias “Raja segala raja” (bdk Dan 8:25), yang harus disembah oleh semua orang dari segala bangsa, termasuk para raja (bdk Za 14:16). Jadi memohon agar “kerajaan Allah datang” berarti meminta supaya Allah segera menjadi Raja atas seluruh bumi, sehingga semua orang sujud menyembah Dia sebagai Raja semesta alam dengan berhiaskan kekudusan hidup (bdk 1 Taw 16:29-31; Mzm 96:8-10). Jika Allah sudah meraja di atas bumi, permusuhan dan peperangan tidak akan ada lagi (bdk Yes 9:4; 11:6-8). Seluruh bumi akan dipenuhi dengan damai sejahtera yang abadi dan tidak berkesudahan, (bdk Yes 9:6a). Sebagai “Raja Damai” (bdk Yes 9:5), Allah akan memerintah dengan keadilan, kebenaran, kejujuran dan kesetiaan (bdk Yes 9:6b; 11:4-5); sehingga tidak ada yang akan berbuat jahat atau yang berlaku busuk” sebab “selurun bumi penuh dengan pengenalan akan Tuhan” (bdk Yes 11:9). Dengan kedatangan Yesus untuk menyatakan Allah di bumi ini (bdk Yoh 1:18), sesungguhnya “kerajaan Surga (Allah) sudah dekat” (bdk Mat 4:17; Mrk 1:15). Nubuat nabi Yesaya ten tang tahun rahmat Tuhan (bdk Yes 61:1-2) telah mulai terpenuhi (bdk Luk 4:17-21). Sebab di dalam Yesus, mulai terbit kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh kudus (bdk Rom 14:17).
(d) “Jadilah kehendakMu di bumi seperti di surga”
Sebagai Pencipta langit dan bumi dengan segala isinya, Allah memang patut dihormati oleh semua ciptaan baik di bumi maupun di langit (surga), dengan hidup sesuai dengan kehendakNya (bdk Mzm 40:9; 143:10). Dalam hal ini, Yesus telah memberikan contoh, bagaimana seharusnya manusia hidup, yaitu dengan senantiasa melakukan kehendak Allah (bdk Y oh 4:34; Ibr 10:7.9). Yang menjadi pedoman hidup bukan lagi kehendak sendiri, melainkan kehendak Allah: “Bukan-lah kehendakKu, melainkan kehendakMulah yang terjadi” (bdk Luk 22:42; Mat 26:39; Mrk 14:36). Menurut Yesus, pelaksanaan kehendak Allah merupakan pintu masuk ke dalam Kerajaan Allah (bdk Mat 7:21) , dan menjadi tolok ukur persaudaraan dengan Yesus (bdk Mat 12:50; Mrk 3:35; Luk 8:21) . Karena itu, Paulus menasihatkan agar orang Kristen berusaha untuk mengetahui kehendak Allah dan hidup sesuai dengannya (bdk Rom 12:2; Ef 5:17). Barangsiapa mengakui Tuhan sebagai Raja semesta alam (bdk Mzm 47:3.8; Za 14:9), ia pasti akan bersikap dan berlaku seperti Maria, yaitu menyadari statusnya sebagai hamba Tuhan, sehingga selalu siap sedia untuk melaksanakan kehendakNya: “Sesungguh-nya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu” (bdk Luk 1:38; 17:10). Meskipun kehendak Allah sulit dipahami (bdk Luk 1:34), ia berani menanggung resiko, sebab ia yakin bahwa Allah menghendaki keselamatan, bukan kebinasaan (bdk Yeh 18:23.32; 1 Tim 2:4; 2 Ptr 3:9). Jadi memohon agar “kehendak Allah terjadi di bumi dan di surga” berarti meminta supaya kehormatan Allah, sebagai Pencipta langit dan bumi (bdk Kej 14:19), dipulihkan kembali (bdk Mal 1:6) .
(e) “Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya”
Makanan dan pakaian adalah dua kebutuhan dasariah manusia (bdk VI 10:18; 1 Tim 6:8). Meskipun demikian, manusia tidak perlu kuatir akan apa yang hendak ia makan dan apa yang hendak ia pakai (bdk Mat 6:25.31), sebab Allah mengetahui apa yang diperlukan manusia (bdk Mat 6:32). Jika Allah tahu memperhatikan keperluan binatang dan tumbuhan dengan baik, tentu Ia juga akan memperhatikan keperluan manusia yang jauh lebih berharga daripada binatang dan tumbuhan (bdk Mat 6:26-30). Bukankah sejak semula, Allah telah memberikan makanan dan pakaian kepada manusia (bdk Kej 1:29; 3:21) Asal manusia mau berusaha, ia tentu akan mendapatkan makanan yang diperlukan, (sebab Allah tidak pernah lalai untuk memperhatikan ciptaanNya. Allah selalu memberi makanan kepada semua makhluk hidup, masing-masing pada waktunya (bdk Mzm 104:27). Supaya dapat hidup, manusia hanya membutuhkan makanan secukupnya setiap hari, tidak perlu berlebihan. Sebab hidup manusia tidak bergantung pada kelimpahan makanan, tetapi pada kekuasaan Allah (bdk Luk 12:16-21) . Karena itu, baik Yesus maupun Paulus menasihatkan agar orang beriman waspada terhadap segala ketamakan (bdk Luk 12:15; 1 Tim 6:9-10). Orang beriman harus hidup dengan rasa cukup atas anugerah Allah setiap hari (bdk Mat 6:34; 1 Tim 6:6-7) . “Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah”, kata Paulus (bdk 1 Tim 6:8) .
(f)”Ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami”
Menurut kepercayaan bangsa Israel , Tuhan adalah Allah yang mahapengasih dan mahapenyayang, sehingga suka mengampuni kesalahan, pelanggaran dan dosa manusia (bdk Kel 34:6-7; Bil 14:18; Neh 9:17; Mzm 78:38; 86:5; 103:3; Mi 7:18). Sekalipun dosa manusia sangat besar dan berat, tetapi jika ia memohon pengampunan, Allah pasti sudi mengampuninya (bdk Kej 18:16-33). Sebagai anak-anak Allah, para murid dituntut untuk menjadi sempurna sama seperti Allah: “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di surga adalah sempurna” (bdk Mat 5:48). Mereka juga: harus murah hati sarna seperti Allah: “Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati!” (bdk Luk 6:36). Tidak hanya terhadap teman, melainkan juga terhadap musuh (bdk Mat 5:44; Luk 6:27-28.35). Dalam hal pengampunan, mereka harus bersikap seperti Allah yang senantiasa sudi mengampuni terus-menerus, tanpa memakai perhitungan (bdk Mat 18:21-22; Luk 17:3-4). Apabila Allah rela mengampuni dosa mereka, maka seharusnya mereka juga rela mengampuni dosa orang lain (bdk Mat 18:23-35) . Kerelaan untuk mengampuni dosa sesama akan membuat Allah juga rela mengampuni dosa mereka: “Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di surga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu!” (bdk Mat 6:14-15; Mrk 11:25-26; Luk 6:37-38). Karena itu, sebelum berdoa untuk memohon pengampunan atas dosa mereka sendiri, para murid harus terlebih dahulu sudi mengampuni orang yang berdosa terhadap mereka (bdk Mat 5:23-24; Mrk’11:25), sekaligus memohonkan pengampunan Allah bagi dia (bdk Luk 23:34) .
(g) “Janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat”
Pencobaan adalah suatu ujian terhadap iman seseorang (bdk Yak 1:2-3.12). Pelaku pencobaan bisa Allah sendiri (bdk Kej 22:1-19), tetapi bisa juga Iblis dengan seizin Allah (bdk Ayb 1:1-2:13). Meskipun demikian, sesungguhnya pencobaan tidak datang dari Allah atau Iblis, melainkan dari keinginan manusia sendiri (bdk Yak 1:13-14). Dalam sejarah keimanan manusia, tidak banyak orang yang lulus ujian iman, seperti Abraham (bdk Kej 22:1-19), Ayub (bdk Ayb 1:1- 2:13) , Eleazar (2 Mak 6:18-31) dan Yesus (bdk Mat 4:1-11; Mrk 1:12-;1.3; Luk 4:1-13). Kebanyakan manusia sama dengan Adam dan Hawa, yaitu cenderung tergoda dan jatuh ke dalam dosa (bdk Kej 3:1-7). Apabila berhadapan dengan tipu daya kenikmatan duniawi, mereka mudah jatuh ke dalam pencobaan (bdk Mat 13:22; Mt:k 4:19; Luk 8:14; 1Tim 6:9-10). Demikian pula, jika mengalarni penindasan dan penganiayaan karena iman, mereka dengan gampang murtad. (bdk Mat 13:21; Mrk 4:17; Luk 8:13). Sadar akan kelemahan manusiawi tersebut, Yesus menasihati para muridNya untuk berjaga-jaga dan berdoa, supaya mereka jangan jatuh ke dalam pencobaan: “Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah!” (bdk Mat 6:41; Mrk 14:38; Luk 22:40,46) . Untuk mencegah kejatuhan tersebut. mereka perlu memohon kepada Allah: agar dikuatkan dalam pencobaan dan dilepaskan dari kejahatan (bdk Mat 6:13; Luk,11:4) . Allah, yang mengetahui kelemahan manusia, tidak akan membiarkan manusia ‘dicobai melampaui kekuatannya. Pada waktu mamusia dicobai, Allah akan memberikan kepada manusia jalan keluar, sehingga manusia dapat menanggungnya (bdk 1 Kor 10:13).
(h) “Karena Engkaulah yang empunya kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-Iamanya. Amin.”
Doksologi (seruan pujian) kepada Allah ini tidak terdapat dalarn manuskrip (naskah) tertua Injil Matius, dan sama sekali tidak terdapat dalam semua manuskrip Injil Lukas. Doksologi ini pertama kali terdapat dalam Didakhe atau Ajaran Keduabelas Rasul, yang juga berasal dari abad pertama Masehi, yakni sekitar tahun 50-70 Masehi. Dalam ‘doksologi’ versi Didakhe, tidak disebutkan “kerajaan”, hanya “kuasa” dan “kemulia-an” (bdk Did 8:2). Kata “kerajaan” baru ditambahkan kemudian oleh Konstitusi Apostolik (bdk KA 7,24,1).
Menurut kebiasaan orang Yahudi, doa harus ditutup dengan suatu doksologi. Jadi dapat dipahami, jika doa “Bapa Kami” juga ditutup dengan suatu doksologi. Dalam Kitab Suci Perjanjian Lama, Allah memang sering dipuji sebagai yang empunya kerajaan (bdk. 1Taw 29:11; Mzm 22:29; Ob 21), kuasa (bdk Mzm 62:12; 68:35; Ayb 25:2) dan kemuliaan (bdkl Taw 29:12; Mzm 29:1; 96:7) untuk selama-lamanya. Jadi dengan mengucapkan doksologi tersebut, para murid menegaskan kembali harapannya agar kedaulatan Allah segera dipulihkan (bdkWhy 11:6; ,4:11; 5f~13) . Doksologi sesudah doa “Bapa ‘Kami” ini senada dengan doksologi yang diucapkan Daud: “TerpujilahEngkau, ya Tuhan, Allahnya bapa kami Irael, dari selama-Iamanya sampai selama-lamanya. Ya Tuhan, punyamulah kebesaran dan kejayaan, kehormatan, kemasyhuran dan keagungan, ya, segala-galanya yang ada di langit dan di bumi! Ya Tuhan, punyamulah kerajaan dan Engkau yang tertinggi itu melebihi segala-galanya sebagai kepala. Sebab kekayaan dan kemuliaan berasal dari padaMu dan Engkaulah yang berkuasa atas segala-galanya; dalam tanganMulah kekuatan dan kejayaan; dalam tanganMulah kuasa membesarkan dan mengokohkan segala-galanya” (bdk 1 Taw 29:10-12).
DOA “BAPA KAMI VERSI INJIL LUKAS
Doa “Bapa Kami” versi Injil Lukas terdapat dalam Luk 11:1-13, yang berisikan sejumlah ajaran mengenai doa. Pertama-tama, ditegaskan bahwa “Yesus sedang berdoa di salah satu tempat” (bdk ay 1a). Setelah selesai berdoa, salah seorang murid meminta kepadaNya, agar Yesus mengajar mereka berdoa, sama seperti Yohanes mengajar murid-muridnya (bdk ay 1b). Maka menanggapi permintaan tersebut, Yesus mengajarkan doa “Bapa Kami” kepada mereka (bdk ay 2-4). Selanjutnya Yesus mengutarakan suatu perumpamaan yang menasihatkan agar orang tidak jemu-jemu untuk berdoa, meskipun doanya tidak langsung dikabulkan (bdk ay 5-8). Sehubungan dengan itu, Yesus menganjurkan para muridNya untuk berusaha keras memperjuangkan pengabulan doa mereka (bdk ay 9-10). Sebab jika orang jahat saja tahu memberi pemberian yang baik kepada orang yang memintanya, apalagi Allah yang mahabaik (bdk ay 11-13).
Dibandingkan dengan doa “Bapa Kami” versi Injil Matius, doa “Bapa Kami” versi Injil Lukas lebih pendek sedikit. Jika doa “Bapa Kami” versi Injil Matius terdiri dari 6 (enam) permohonan, maka doa ” Bapa Kami” versi Injil Lukas hanya terdiri dari 5 ( lima ) permohonan. Selain itu, ada juga sejumlah perbedaan dalam hal penggunaan kata dan perumusan kalimat. Dalam bahasa Indonesia , doa “Bapa Kami” versi Injil Lukas berbunyi sebagai berikut:
“Bapa,
dikuduskanlah namaMu;
datanglah kerajaanMu.
Berikanlah kami setiap hari makanan kami yang secukupnya;
dan ampunilan kami akan dosa kami,
sebab kamipun mengampuni setiap orang yang bersalah kepada kami;
dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan.”
Supaya dapat dipahami dengan baik, doa “Bapa Kami” versi Injil Lukas ini perlu dijelaskan sedikit. Penjelasan akan dipusatkan pada penggunaan kata dan perumusan kalimat yang berbeda dengan versi Injil Matius. Dalam hal ini, rujukan ke bahasa asli Injil (Yunani) dapat sangat membantu pemahaman.
(a) “Bapa”
Berbeda dengan doa “Bapa Kami” versi Injil Matius yang menyapa Allah dengan kata-kata “Bapa kami yang di surga” (bdk Mat 6:9), doa “Bapa Kami” versi Injil Lukas menyapa Allah hanya dengan kata “Bapa” saja, tanpa keterangan lebih lanjut (bdk Luk 11:2). Dalam keempat Injil, khususnya Injil Yohanes, Yesus memang banyak kali menyebut Allah sebagai “Bapa”, sehingga kata “Bapa” sudah menjadi kata ganti untuk “Allah” (bdk Mat 11:25-27; 24:36; 28:19; Mrk 13:32; 14:36; Luk 10:21-22; 23:34.46; Yoh 3:35; 4:23; 5:19-23; 6:65; 10:15.30; 12:26-28.49; 14:6.9-13; 15:16; 16:3.23.32; 20:17.21). Karena sebutan “Bapa” sudah jelas merujuk kepada Allah (bdk Yoh 20:17), maka keterangan lebih lanjut tidak diperlukan lagi. Keterangan “yang di surga”hanya dibutuhkan, sejauh ingin dibedakan dengan bapa-bapa “yang di bumi” (bdk Mat 23:9), seperti Abraham dan sebagainya (bdk Mat 3:9; Luk 3:8). Jadi jika para murid berdoa, cukup menyapa Allah dengan kata “Bapa” saja (bdk Luk 11:2). Sebab sebagai “anak- anak Allah” (bdk Rom 8:16), mereka sudah boleh berseru seperti Yesus: “ya Abba, ya Bapa” (bdk Mrk 14:36; Rom 8 :15; Gal 4:6).
(b) “Dikuduskanlah namaMu; datanglah kerajaanMu”
Dalam doa “Bapa Kami” versi Injil Matius, permohonan demi kepentingan Allah ada 3 (tiga), yaitu agar namaNya dikuduskan, kerajaanNya datang dan kehendakNya terjadi (bdk Mat 6:9-10). Sedangkan dalam doa “Bapa Kami” versi Injil Lukas, permohonan demi kepentingan Allah hanya 2 (dua) saja, yakni supaya namaNya dikuduskan dan kerajaanNya datang (bdk Luk 11:2). Kedua permohonan demi kepentingan Allah tersebut meniru doa “Kaddish” (Kudus), yang biasa didoakan pada akhir ibadat di sinagoga (rumah ibadat orang Yahudi): “Dimuliakan dan dikuduskanlah namaNya yang agung di dunia yang Ia ciptakan menurut kehendakNya. Semaga Ia membiarkan kerajaanNya memerintah seumur hidupmu dan sepanjang harimu, serta seumur hidup segenap keluarga Israel , dengan cepat dan segera. Amin. Doa “Kaddish” ini. mendambakan pemulihan kembali kekudusan nama Allah dan kedaulatan kerajaanNya, seperti dinubuatkan oleh nabi Yehezkiel (bdk Yeh 36:23-24). Dengan menguduskan namaNya di atas bumi, Allah menegakkan kembali kedaulatan kerajaanNya atas segala bangsa, sehingga mereka semua akan hidup menurut kehendakNya (bdk Yeh 36:25-28).
(c) “Berikanlah kami setiap hari makanan kami yang secukupnya”
Dibandingkan dengan permohonan makanan versi Injil Matius, permohonan makanan versi Injil Lukas ini memiliki keistimewaan. Jika menurut versi Injil Matius, makanan dimohonkan “pada hari ini” (bdk Mat 6:11); maka menurut versi Injil Lukas, makanan dimohonkan “setiap hari” (bdk Luk 11:3) . Injil Matius menggunakan ungkapan Yunani ” dos hemin semeron “, yang berarti “berilah. kami pada hari ini” (Inggris: “give us this day”). Sedangkan Injil Lukas menggunakan ungkapan Yunani ” didou hemin to kath hemeran “, yang berarti “terus berilah kami setiap hari” (Inggris: “keep on giving us each day”). Jadi Injil Matius menekankan “pemenuhan kebutuhan sehari saja”, sementara Injil Lukas menekankan “pemenuhan kebutuhan setiap hari”, Penekanan Injil Matius atas “pemenuhan kebutuhan sehari” sesuai dengan nasihat yang diberikan oleh Yesus, yaitu: “Janganlan kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari” (bdk Mat 6:34). Nasihat Yesus tersebut tidak terdapat dalam Injil Lukas yang menekankan “pemenuhan kebutuhan setiap hari” (bdk Luk 12:22-31).
(d) “Ampunilah kami akan dosa kami, sebab kamipun mengampuni setiap orang yang bersalah kepada kami”
Permohonan pengampunan versi Injil Lukas ini juga berbeda dengan permohonan pengampunan versi Injil Matius. Pertama, menurut versi Injil Lukas, pengampunan dirnohonkan atas “dosa” (bdk Luk 11:4); sedangkan rnenurut versi Injil Matius, pengarnpunan dimohonkan atas “kesalahan” (bdk Mat 6:12). Versi Injil Lukas memakai kata Yunani ” tas hamartias hemon ” yang berarti “dosa kami”, sementara versi Injil Matius memakai kata Yunani ” ta opheilemata hemon ” yang berarti “kesalahan kami”, Kedua, menurut versi Injil Lukas, alasan permohonan pengampunan ialah “sebab ‘kamipun mengampuni setiap orang yang bersalah kepadakami” (bdk Luk 11:4); sedangkan rnenurut versi Injil Matius, dasar permohonan pengampunan adalah “seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami” (bdk Mat 6:12). Versi Injil Lukas rnenggunakan ungkapan Yunani ” kai gar autoi aphiomen panti opheilonti hemin “, yang dalarn bahasa Inggris berarti “for we ourselves forgive every one who is indebted to us”; sementara versi Injil Matius menggunakan ungkapan Yunani ” hos kai heme is aphekamen tois opheiletais hemon “, yang dalarn bahasa Inggris berarti “as we also have forgiven our debtors”. Jadi berbeda dengan versi Injil Matius yang menekankan tindakan pengampunan sesaat (kata kerja memakai waktu lampau) untuk “orang tertentu”, versi Injil Lukas menekankan sikap pengampunan rutin (kata kerja rnemakai waktu sekarang!) bagi “semua orang”.
(e) “Janganlah membawa kami ke dalam pencobaan”
Permohonan terakhir ini sarna persis untuk kedua versi doa “Bapa Kami” yang terdapat dalam Injil. Baik versi Injil Matius rnaupun versi Injil Lukas, sama-sama menggunakan ungkapan Yunani ” kai me eisenegkes hemas eis peirasmon ” yang berarti “janganlah membawa kami ke dalam pencobaan” (bdk Mat 6:13; Luk 11:4) . Satu- satunya perbedaan ialah dalam versi Injil Matius, ada tambahan kalimat “tetapi lepaskanlan kami dari pada yang jahat”, yang dalam bahasa Yunani berbunyi ” alla rusai hemas apo tou ponerou “. Permohonan agar tidak dibawa ke dalam pencobaan ini sangat senada dengan doa malam orang Yahudi, yakni: “janganlah mengantar kakiku ke dalam kekuasaan dosa, dan janganlah membawa saya ke dalam kekuasaan ketidakadilan, ke dalam kekuasaan pencobaan, dan ke dalam kekuasaan apa saja yang memalukan” Dengan doa malam ini, orang Yahudi memohon pedindungan dari segala jenis kejahatan, agar mereka tidak dikuasai oleh kejahatan tersebut. jadi permohonan “janganlah membawa kami ke dalam pencobaan” tidak meminta supaya dihindarkan dari pencobaan, tetapi supaya dilindungi dalam pencobaan , (bdk Mat 26:41; Mrk 14:38; Luk 22:40.46).
DOA “BAPA KAMI” VERSI GEREJA KATOLIK
Doa “Bapa Kami” versi Gereja Katolik terdapat dalam buku-buku doa resmi, seperti Breviarium Romanum, Orate, Adoro Te, Doa-Doa Harian, Madah Bakti, Puji Syukur dan sebagainya. Dalam bahasa Latin, doa “Bapa Kami” versi Gereja Katolik itu berbunyi
demikian:
Pater noster, qui es in caelis,
sanctificetur nomen tuum.
Adoeniai regnum tuum.
Fiat oolunias tua,
sicut in caelo et in terra.
Panem nostrum quotidianum da nobis h6die.
Et dimitte nobis debita nostra,
sicut et nos dimittimus debit6ribus nostris.
Et ne nos inducas in tentati6nem:
sed li bera nos a malo.
Amen.
Doa “Bapa Kami” dalam bahasa Latin tersebut berasal dari Kitab Suci Vulgata (Terjemahan Latin),karya Santo Hironimus (347-420 M). Dalam bahasa Indonesia , doa “Bapa Kami” tersebut diterjemahkan sebagai berikut:
Bapa kami yang ada di surga,
dimuliakanlah namaMu.
Datanglah kerajaanMu.
Jadilali kehendakMu,
di atas bumi seperti di dalam surga.
Berilah kami rezeki pada hari ini.
Dan ampuniIah kesalahan kami,
seperti kami pun mengampuni Yang bersalah kepada kami.
Dan janganlah masukkan kami ke dalam percobaan:
tetapi bebaskanlah kami dari yang jahat.
Amin.
Agar doa “Bapa Kami” versi Gereja Katolik ini dapat dipahami dengan baik, berikut ini akan dijelaskan makna dari setiap kalimat. Secara khusus penjelasan akan difokuskan pada perbedaan kalimat doa “Bapa Kami” versi Gereja Katolik dan doa “Bapa Kami” versi Injil. Dalam hal ini, pengetahuan bahasa Yunani dan Latin dapat sangat membantu pemahaman.
(a) “Bapa kami yang ada di surga”
Sapaan “Bapa kami yang ada di surga” merupakan terjemahan Indonesia dari sapaan Latin “Pater noster qui es in caelis”. Dalam bahasa Yunani , sapaan tersebut berbunyi ” Pater hemon ho (ei) en tois ouranois “, yang berarti “Bapa kami yang (ada) di Surga”, tanpa kata “ei” atau “ada”. Jika sapaan Indonesia memakai kata “ada” (mengikuti sapaan Latin yang memakai kata “es”), sapaan Yunani tidak memakai kata “ei”, Jadi satu-satunya perbedaan terdapat pada kata “ada” atau “es” atau “ei” tersebut.
(b) “Dimuliakanlah namamu”
Permohonan “Dimuliakanlah namaMu” merupakan terjemahan Indonesia ‘ dari permohonan Latin “Sanctijicetur nomen tuum “, Dalam bahasa Yunani , permohonan tersebut berbunyi .” Hagiastheto to onoma sou “, yang berarti “Dikuduskanlan namaMu”. Baik kata Latin “eanciificetur” maupun kata Yunani “hagiastheto” pertama-tama berarti “dikuduskanlah”, Meskipun demikian, terjemahan “dimuliakanlah” atau “dihormatilah” juga dapat dipakai dalam konteks pengudusan nama Allah.
(c) “Datanglah kerajaanMu”
Permohonan “Datanglah kerajaanMu” merupakan terjemahan Indonesia dari permohonan Latin “Adveniat regnum tuum”. Dalam bahasa Yunani , permohonan tersebut berbunyi ” Eliheio he basileiasou “, yang berarti “Datanglah kerajaanMu”. Jadi mengenai permohonan
ini, sama sekali tidak ada perbedaan makna di antara ungkapan Indonesia , ungkapan Latin dan ungkapan Yunani.
(d) “Jadilah kehendakMu.
Di atas bumi seperti di dalam surga” Permohonan “Jadilah kehendakMu, di atas bumi
seperti di dalam surga” merupakan terjemahan Indonesia dari permohonan Latin “Fiat voluntas tua, sicut in caelo et in terra”, yang secara harafiah berarti “Jadilah kehendakMu, seperti di dalam surga juga di atas bumi”, Dalam bahasa Yunani , permohonan tersebut berbunyi ” Genetheio to thelema sou, hos en ourano kai epi ges “, yang secara harafiah berarti pula “Jadilan kehendakMu, seperti di dalam surga juga di atas bumi”, jadi terjemahan Indonesia ini hanya merubah urutan kata dengan menyebutkan bumi lebih dahulu, baru kemudian surga, Meskipun demikian, maknanya tetap sama.
(e) “Berilah kami rezeki pada hari ini”
Permohonan “Berilan kami rezeki pada hari ini” merupakan terjemahan Indonesia dari permohonan Latin “Panem nostrum quotidianum da nobis hodie”, yang secara harafiah berarti “Roti kami sehari-hari berilah kami hari ini”, Dalam bahasa Yunani , permohonan tersebut berbunyi ” Ton arton hemon ton epiousion dos hemin semeron “, yang secara harafiah juga berarti “Roti kami sehari-hari berilah kami hari ini”, Jadi terjemahan “Berilah kami rezeki pada hari ini” menempatkan predikat terlebih dahulu, baru kemudian obyek. Selain itu terjemahan ini mengganti kata “roti sehari-hari” dengan kata Arab “rezeki”, yang berarti “makanan sehari-hari ” , Dengan pergantian kata ini, isi permohonan menjadi lebih terbuka. Tidak hanya terbatas pada “roti” yang menjadi makanan pokok orang Yahudi, tetapi juga “makanan” lain, sesuai dengan adat istiadat masing-masing orang.
(f) “Ampunilah kesalahan kami,
seperti kami pun mengampuni yang bersalah kepada kami” Permohonan “Ampunilah kesalahan kami, seperti kami pun mengampuni yang bersalah kepada kami” merupakan terjemahan Indonesia dari permohonan Latin “Dimiiie nobis debita nostra, sicut et nos dimittimus debitoribus nostris”, yang secara harafiah berarti “Hapuskanlali bagi kami utang kami, seperti juga kami menghapuskan bagi mereka yang berhutang kepada kami”, Dalam bahasa Yunani , permohonan tersebut berbunyi ” Aphes hemin ta opheilemata hemon, hos kai heme is aphekamen to is opheiletais hemon “, yang secara harafiah berarti “Hapuskanlali bagi kami utang kami, seperti juga kami telah menghapuskan bagi pengutang-pengutang kami”. Jadi terjemahan Indonesia “Ampunilah kesalahan kami, seperti kami pun mengampuni yang bersalah kepada kami” sudah merupakan suatu terjemahan bebas, berdasarkan pengertian bahasa Aram , yang menyamakan “utang’ dengan “dosa” atau “kesalahan”,
(g) “Janganlah masukkan kami ke dalam percobaan, tetapi bebaskanlah kami dari yang jahat”
Permohonan “Janganlah masukkan kami ke dalam percobaan, tetapi bebaskanlah kami dari yang jahat” merupakan terjemahan Indonesia dari permohonan Latin “Ne nos inducas in tentationem, sed libera nos a malo”, yang secara harafiah berarti “Janganlah kami Kaubawa ke dalam pencobaan, tetapi bebaskanlah kami dari keiahatan”, Dalam bahasa Yunani ,permohonan tersebut berbunyi ” Me eisenegkes hemas eis peirasmon, alla rusai hemas apo tou ponerou “. yang secara harafiah berarti “Janganlah Kaubawa kami ke dalam pencobaan, tetapi selamatkanlah kami dari kejahatan”. Jadi terjemahan “Janganlah masukkan kami ke dalam percobaan, tetapi bebaskanlah kami dari yang jahat” sudah merupakan suatu terjemahan bebas berdasarkan konteks, namun tidak merubah isi dari permohonan.
Menurut informasi dari Didakhe (Ajaran Kedua belas Rasul), sejak abad pertama doa “Bapa Kami” sudah dianggap sebagai doa khusus bagi orang yang sudah menjadi anggota penuh Gereja. Orang yang belum dibaptis tidak diizinkan untuk mendoakan doa “Bapa Kami”. Mereka baru pertama kali diperbolehkan mendoakan doa tersebut sesudah mereka menerima.
Sakramen Pembaptisan, yakni pada saat mereka hendak menerima Komuni Pertama. Sebab itu dalam masa katekumenat (persiapan pembaptisan), para calon baptis diwajibkan untuk menghafal doa “Bapa Kami”, supaya pada waktu pembaptisan mereka sudah dapat mendoakan doa tersebut. Dengan menerima Sakramen Pernbaptisan dan Komuni Pertama, mereka sudah menjadi anggota penuh Gereja, sehingga boleh mendoakan doa “Bapa Kami” setiap hari. Karena terbatas hanya untuk anggota penuh Gereja, doa “Bapa Kami” lalu disebut “doa orang beriman”.Betapa tinggi penghargaan dan penghormatan Gereja terhadap doa “Bapa Kami” ini, tercermin dalam ajakan untuk mendoakan doa tersebut: “Atas petunjuk
Penyelamat kita, dan menurut ajaran ilahi, maka beranilah kita berdoa: … ” (bdk TPE).
Sebagai manusia biasa, kita sesungguhnya tidak layak untuk mendoakan doa agung ini. Tetapi karena diajarkan oleh Yesus Kristus sendiri, maka kita memberanikan diri untuk mendoakannya. Menurut Rasul Paulus, sebagai manusia lemah yang penuh dosa, kita sarna sekali tidak tahu bagaimana sebenamya kita harus berdoa (bdk Rom 8:26). Syukur kepada Allah, bahwa melalui Yesus Kristus, Roh Kudus telah menjadikan kita anak-anak Allah, sehingga kita boleh berseru: “Ya Abba, ya Bapa!” (bdk Rom 8:15; Gal 4:6).
Karena terlalu sering didoakan “di luar kepala”, keagungan dan keindahan doa “Bapa Kami” mungkin sudah “dilupakan” oleh sebagian besar anggota Gereja. Memang doa “Bapa Kami” masih suka diucapkan “dengan bibir”, tetapi tidak dihayati lagi “di dalam haii” (bdk Yes 29:13; Mat 15:8; Mrk 7:6). Dengan demikian, doa “Bapa Kami” yang sangat agung dan indah ini menjadi tak bermakna sarna sekali (bdk Yes 1:15). Pendalaman doa “Bapa Kami” ini bertujuan untuk menyadarkan kembali mereka yang sudah melupakan keagungan dan keindahan doa “Bapa Kami”. Dengan membaca buku kecil ini, para pembaca diharapkan dapat menyelami makna setiap permohonan dalam doa “Bapa Kami”, sehingga kemudian dapat mendoakannya dengan penuh penghayatan iman. Sebab doa yang baik adalah doa yang diucapkan bukan hanya dengan “bahasa roh”, tetapi juga dengan “akal budi” (bdk 1 Kor 14:15). Dan doa yang lahir dari iman dan dengan yakin didoakan sangat besar kuasanya (bdk Yak 5:15-16). Jika demikian, mengapa doa “Bapa Kami” yang diajarkan sendiri oleh Sang Juruselamat disia-siakan? Adakah doa yang lebih agung dan indah daripada doa “Bapa Kami”?!
Sumber
http://imankatolik.or.id/pemahaman-doa-bapa-kami.htm
https://www.youtube.com/watch?v=ay_adttmnYo