13

13 Januari

Santo Hilarius, Uskup dan Pujangga Gereja

Hilarius lahir di Gallia Selatan (sekarang Prancis). Semenjak kecil, ia dididik dengan tata cara kekafiran yang tidak mengenal adat istiadat Kristen. Pada usia setengah baya, ia bertobat dan masuk ke pangkuan Gereja Kudus bersama anak dan istrinya, berkat kebiasaannya membawa buku – buku rohani dan Kitab suci.
Hilarius, seorang yang saleh, pandai dan bijaksana. Karena bakatnya ini, ia ditabhiskan menjadi imam, selanjutnya diangkat sebagai Uskup kota asalnya, Poiters (baca: pwatie).
Pada masa kepemimpinannya, bidaah Arianisme semakin menghebat. Tugas para Uskup Ortodoks menjadi semakin berat. Meskipun demikian, Uskup Hilarius tetap menjadi pembela iman yang benar. Oleh karena itu, ia ditangkap dan dihadapkan kepada Kaisar Konstansius. Ia dibuang ke Phrygia. Selama tiga tahun, ia hidup dipengasingan. Disana ia memanfaatkan waktunya untuk menulis bukunya yang termasyur mengenai Tritunggal MahaKudus.
Walaupun dibuang, namun ia tidak pernah membiarkan para Arian merajalela dengan ajarannya yang sesat itu. Sehabis masa pembuangannya itu, ia tidak diijinkan pulang ke tanah airnya di Galelia Selatan.
Di tempat asalnya ini, Hilarius tetap mencurahkan tenaganya bagi tegaknya ajaran iman yang benar dan kemurnian Iman Kristen, sempai ia wafat pada tahun 368. Hilarius dihormati Gereja sebagai Pujangga Gereja.

13 Februari

Santo Yulianus dari Antiokhia, Martir

Yulianus Antiokhia adalah seorang warga kota Anazarbos, Silesia, Asia Kecil. Karena imannya, Yulianus menderita berbagai macam siksaan badan. Meskipun demikian para musuhnya tidak berhasil memperoleh apa yang mereka harapkan dari Yulianus, yaitu penyangkalan imannya. Menyaksikan keteguhan iman Yulianus, gubernur kota itu akhirnya memutuskan untuk memperberat siksaan atas diri Yulianus.
Selama setahun Yulianus dibelenggu dan dipaksa berjalan mengikuti rombongan tentara mengelilingi kota dan desa. Sepanjang perjalanan, ia dihina dan diolok-olok oleh semua penduduk desa dan kota. Dengan penyiksaan seperti ini, mereka berharap agar Yulianus menyangkal Kristus yang diimaninya. Namun semua cara itu tidak memberi hasil apa-apa. Keteguhan hati dan imannya tak tergoyahkan sedikitpun oleh semua bentuk siksaan itu.

Sebaliknya keteguhan dan ketabahannya menghibur semua umat Kristen di kota itu. Semangat iman yang ditunjukkannya menjadi suatu kesaksian iman yang kongkret, yang menjelaskan dengan lebih terang keikutsertaan orang-orang Kristen dalam misteri penderitaan Kristus. Sebagaimana Santo Paulus, Yulianus pun dengan penderitaannya mengatakan: memberikan Kristus yang disalibkan: untuk orang – orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang Yahudi suatu kebodohan, tetapi untuk mereka yang dipanggil, baik orang Yahudi maupun bukan orang Yahudi, Kristus adalah kekuatan Allah dan hikmat Allah. Sebab yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya dari pada manusia dan yang lemah dari Allah lebih kuat dari manusia.(1Kor1:23-24). Gubernur yang menyadari ketidakberhasilan semua usahanya untuk menaklukkan Yulianus, akhirnya memutuskan untuk melenyapkan nyawa Yulianus. Yulianus di masukkan ke dalam sebuah karung-karung yang berisi ular-ular berbisa dan kalajengking. Lalu ditenggelamkan di dasar laut.
Dalam mata manusia kematian Yulianus merupakan akhir hidup yang mengerikan. Tetapi bagi kaum beriman dan bagi Allah, kematian Yulianus merupakan benih iman yang ditanam dan akan menghasilkan banyak buah. Lebih dari itu, Yulianus yang telah menjadi saksi hidup penderitaan Kristus tentu akan memperoleh mahkota kemenangan di dalam surga dan kematiannya menjadi suatu penghiburan bagi umat Kristen. Ia digelari julukan Santo Yulianus dari Antiokhia, karena jenazahnya dimakamkan di daerah tersebut. Santo Yohanes Krisostomus yang hidup pada abad keempat menulis: Umat Kristen Antiokhia mempunyai kubur seorang martir Kristus yang menjadi sumber rahmat dan karunia-karunia Allah.

Santa Kristina dari Spoleto, Janda

Kristina dari Spoleto, Italia hidup antara tahun 1435 -1456. Beliau adalah janda muda yang bertobat dan bermatiraga keras untuk menebus dosa-dosanya karena kemewahan duniawi yang telah dinikmatinya.

13 Maret

Santa Eufrasia / Eupraxia, Pengaku Iman

Eufrasia hidup antara tahun 382-412. Di lingkungan masyarakat Konstantinopel, keluarganya tergolong kaya raya. Ia dikenal sebagai puteri bangsawan yang murah hati kepada kaum fakir miskin dengan menyumbangkan harta bendanya. Karena bercita-cita menjadi seorang pertapa, ia memutuskan hubungan pertunangannya dengan anak seorang senator, lalu menjalani pertapaan di padang gurun Mesir. Ia mengalami banyak godaan di biara itu untuk kembali ke dunia ramai. Namun berkat ketekunannya dalam doa dan matiraga dengan melaksanakan pekerjaan-pekerjaan kasar dan hina dalam biara, ia berhasil mengatasi godaan-godaan itu. Eufrasia kadangkala berpuasa satu minggu lamanya, sehingga menimbulkan iri hati di kalangan rekan-rekannya. Namun ia bisa menenangkan rekan-rekannya itu dengan sikap dan budi bahasanya yang halus dan sopan.

13 April

Santo Martinus I, Paus dan Martir

Martinus terpilih menjadi Paus pada tahun 649. Ia memimpin Gereja selama 7 tahun. Pada awal pontifikatnya, situasi Gereja umumnya aman. Perhatiannya pada kepentingan Gereja dan umat sangat besar. Ia berusaha memimpin Gereja dengan sikap seorang gembala. Tiga pokok perhatiannya yang utama ialah doa, membantu para miskin dan mengajar. Perhatiannya terhadap nasib kaum miskin sangat besar sehingga ia sendiri pun hidup dalam kondisi serba kekurangan.

Keaman Gereja terganggu dengan naiknya Konstantin II ke atas tahkta sekaligus menyatakan diri sebagai kepala Gereja Kristus. Selain itu ia pun menyebarkan ajaran palsu monotelitisme, bahwa Kristus hanya mempunyai satu kehendak. Hal ini menimbulkan pertentangan antara Martinus dan Konstantin II, karena Martinus dengan tegas menolak ajaran itu. Penolakan Martinus itu menimbulkan amarah besar di pihak kaisar, bahkan melahirkan rencana pembunuhan atas dirinya. Para serdadu berusaha membunuh Martinus, tetapi gagal.

Sebagai gantinya, Martinus yang sudah tua dan sakit-sakitan itu ditangkap dan diusung ke sebuah kapal yang hendak berangkat ke Konstantinopel. Setelah sebulan berlayar, sampailah kapal itu di pulau Naksos. Di pulau itu, Martinus ditawan selama lebih dari satu tahun dengan penderitaan yang mengerikan. Setelah itu ia dibawa menghadap kaisar. Ia dihadapkan kepada senat kekaisaran dan dihukum mati dengan berbagai tuduhan palsu. Pakaian pontifikatnya ditanggalkan dan ia dihantar mengelilingi kota seperti para penjahat. Hukuman mati ditangguhkan dan diganti dengan pembuangan ke sebuah tempat sunyi hingga kematiannya pada tahun 655 sesudah empat menderita sakit dan kelaparan.

Santa Margaretha dari Metola, Pengaku Iman

Margaretha lahir di Metola, dekat Florence, Italia pada tahun 1287. Kondisi tubuhnya menyedihkan karena ia pendek, bungkuk, pincang dan buta. Meski demikian, ia dengan senang hati menerima kondisinya itu. Ia dikenal sebagai anggota Ordo Ketiga Santo Dominikus yang saleh dan menaruh perhatian besar pada orang-orang sakit dan para tahanan di penjara.
Orangtuanya kaya raya dan bangsawan itu merasa sungguh sedih bahkan merasa malu karena kelainan tubuh anaknya. Karena itu, ketika Margaretha berumur enam tahun, mereka mengurungnya dalam sebuah sel kecil di pegunungan Apennin selama 10 tahun. Dari sana mereka membawanya ke Citta-di-Castello, dengan harapan bahwa ia dapat pulih dari keadaannya atas cara yang ajaib di sebuah tempat sakral di kota itu. Tetapi karena tidak terjadi suatu apapun atas diri Margaretha seperti yang diharapkan, mereka meninggalkan dia sendirian di sana, lalu pulang ke rumah.

Di kota itu Margaretha diangkat sebagai saudara oleh pengemis di kota itu. Kepadanya ditunjukkan tempat-tempat strategis untuk mengemis, sekaligus sebuah tempat dimana ia dapat tidur dengan tenang. Dalam menjalani hidup dengan cara mengemis dan menggelandang, Margaretha senantiasa menampilkan diri sebagai seorang yang periang dan tidak pernah mengeluh. Ia bahkan meneguhkan rekan-rekannya agar tabah dalam menanggung segala penderitaan yang menimpa diri mereka. Ia sendiri merasa prihatin dan bingung kalau orang berbelaskasihan terhadap dirinya dan mencemasi hidupnya. Lama kelamaan, orang-orang sekitar yang mengenalnya, pun rekan-rekannya, mulai menyadari bahwa Margaretha adalah seorang wanita pengemis yang luhur kepribadiannya, saleh hidupnya dan tulus hatinya. Kagum atas kepribadiannya, maka orang-orang yang berpengaruh di kota itu membujuk para biarawati di sebuah biara di kota itu, agar menerima Margaretha sebagai seorang postulan. Usaha ini berhasil. Margaretha diterima dalam biara suster-suster itu. Ia sendiri senang sekali dengan penerimaan itu. Tetapi kegembiraannya karena menjadi anggota religius ini tidak berlangsung lama. Setelah beberapa lama tinggal di biara itu, ia mulai prihatin atas cara hidup biarawati-biarawati itu. Mereka terlalu bersemangat duniawi. Karena sikapnya ini, ia kemudian dikeluarkan dari biara itu, meskipun pada mulanya ia disambut dengan baik.

Setelah keluar dari biara itu, Margaretha diterima sebagai anggota Ordo Ketiga Santo Dominikus. Dalam ordo itu, Margaretha adalah satu-satunya wanita muda yang diterima selagi dalam status belum menikah. Ini sesuatu yang istimewa, karena pada masa itu semua orang yang menjadi anggota Ordo ketiga itu sudah menikah.
Dalam ordo ini, Margaretha berkembang pesat dalam kehidupan berbakti kepada Tuhan dan sesama. Ia dikenal sebagai seorang anggota yang taat, saleh dan rajin berdoa. Ia memusatkan perhatiannya pada orang-orang sakit dan narapidana di penjara. Dia berdoa untuk mereka, mengobati mereka dan memberi makanan kepada mereka. Dalam tugasnya ini, ia berhasil menobatkan banyak narapidana dan menyembuhkan banyak orang sakit.

Kehidupan rohaninya dikembangkan dengan melakukan devosi khusus kepada Sakramen MahaKudus, Bunda Maria dan Santo Yosef. Akhirnya pada usia 33 tahun, pada tanggal 13 April 1320, ia meninggal dunia dan dikuburkan di Gereja Santo Dominikus di Cattadi-Castello.

13 Mei

Santa Petronela, Martir dan Perawan
Banyak cerita memperkenalka Petronela sebagai anak kandung Santo Petrus. Cerita-cerita itu mengatakan bahwa Petronela, setelah menolak untuk menikah dengan Flaccus, seorang bangsawan kaya, menghabiskan waktu tiga hari untuk berdoa dan berpuasa, lalu meninggal dunia. Ia masih sempat menerima Tubuh dan Darah Kristus.

Cerita-cerita ini tidak mempunyai dasar yang kuat dan terpercaya. Meskipun demikian Petronela dihormati sebagai martir. Jenazahnya dimakamkan di pekuburan Santa Domitila di Roma. Pada abad ke-16, relikiunya di pindahkan ke Vatikan ke dalam basilik Santo Petrus di Roma.

Santa Imelda Lambertini, Perawan
Imelda, putri seorang Jendral, lahir di Bologna, Italia pada tahun 1321. Ketika berumur 5 tahun, ia meminta kepada ayahnya agar mengijinkan dia menerima Komuni pertama. Permintaannya ini tidak bisa dikabulkan ayahnya karena peraturan Gereja belum mengijinkan anak-anak seumur itu untuk menerima Sakramen MahaKudus. Pada masa itu, anak-anak baru diperbolehkan menyambut Komuni Suci bila mereka sudah menginjak usia 14 tahun.

Imelda mempunyai suatu minat besar terhadap hal-hal kerohanian. Ia rajin berdoa dan mengikuti Kurban Misa. Menjelang usia 9 tahun, Imelda diijinkan ayahnya memasuki biara sebagai calon suster, ia bisa secepatnya menyambut Tubuh Kristus seperti suster-suster lainnya. Namun Moeder Overste tidak mengijinkan dia. Pada waktu umur 11 tahun, Imelda mengalami suatu peristiwa ajaib. Ketika sedang merayakan misa Kudus bersama suster-suster lain, tiba-tiba sebuah Hosti Kudus keluar dari Tarbenakel dan melayang-layang di atas kepalanya. Semua suster yang ada di dalam gereja terheran-heran karena peristiwa itu.

Mukjizat ini menunjukkan bahwa kerinduan hati Imelda untuk menerima Sakramen MahaKudus benar-benar merupakan suatu karya Roh dalam dirinya. Menyadari hal ini, imam yang memimpin perayaan itu segera memberinya ijin untuk menerima Komuni Kudus. Ketika menerima Komuni itu, ia langsung meninggal dunia. Peristiwa atas diri Imelda ini terjadi pada tahun 1333. Gereja mengangkat Imelda sebagai pelindung anak-anak yang mempersiapkan diri untuk menerima Komuni Pertama.

Santo Andreas Fournet, Imam

Andreas lahir pada tahun 1752. Sebagai seorang pemuda, Andreas bosan akan hal-hal keagamaan. Tetapi akhirnya ia ditobatkan oleh pamannya, seorang pastor desa. Di bawah asuhan pamannya, ia kemudian ditabhiskan menjadi imam. Sewaktu revolusi Perancis berkecamuk, ia dikejar-kejar karena giat meneguhkan iman umat.

Sekali peristiwa ia menipu polisi dengan masuk peti mayat yang sedang diusung ke tempat pemakaman. Dengan penuh semangat ia membantu Santa Elisabeth Bichier mendirikan dan membangun Kongregasi Puteri-puteri Salib. Andreas meninggal pada tahun 1834.

13 Juni

Santo Antonius dari Padua, Imam dan Pujangga Gereja

Sebelum masuk biara, Antonius bernama Ferdinand. Ia lahir di Lisabon, Portugal pada tahun 1195. Sejak masa mudanya, ia sangat tertarik pada doa, studi dan pekerjaan-pekerjaan rohani bagi kepentingan jiwa-jiwa. Ia masuk Ordo Santo Agustinus di Koimbra dan ditabhiskan menjadi imam. Setelah beberapa waktu berkarya, ia pindah ke Ordo Saudara-saudara Dina atau Fransiskan, terdorong oleh teladan para martir Fransiskan. Ia menerima Ordo Fransiskan dan mendapat nama baru Antonius.
Sebagai seorang Fransiskan muda, Antonius di kirim ke Afrika. Tetapi karena kesehatannya yang terus terganggu, ia kemudian kembali lagi ke biara pusat. Di sana selain kegiatan doa dan belajar, ia dengan senang hati mengerjakan tugas-tugas rumah yang paling hina.
Pada tahun 1221 ia juga mengikuti kapitel di Asisi yang dipimpin langsung oleh Santo Fransiskus sendiri. Pada kesempatan itu, ia diminta untuk berkhotbah. Semua saudaranya kagum akan khotbahnya yang menarik dan mendalam itu. Sejak itulah, Antonius mulai dikenal sebagai seorang ahli KeTuhanan dan pujangga yang pandai. Ia diutus untuk berkhotbah kepada umat di Prancis, Italia dan Sisilia.
Paus Gregorius yang pernah mendengarkan khotbahnya sangat kagum dan lalu memberinya gelar “ahli Kitab Suci” karena khotbah-khotbahnya yang bernafaskan ayat-ayat Kitab Suci yang mengena dan jitu. Pengajarannya yang penuh semangat cinta kepada Tuhan dan sesama membawa hasil yang luar biasa. Banyak penganut aliran sesat bertobat kembali oleh karena khotbah-khotbahnya.
Pada tahun 1231 ia meninggal dunia di Padua dalam usia 36 tahun. Sejak wafatnya banyak orang beriman meminta bantuannya. Mukjizat-mukjizat yang terjadi oleh pengantaraannya terjadi dimana-mana. Ketika Sri Paus Pius XII (1939-1958) meresmikan penggelaran Antonius sebagai “Pujangga Gereja”, ia mengatakan bahwa semua ajaran yang disampaikan santo ini berjiwakan Injil Suci. Pengantaraannya amat berkuasa menemukan kembali barang yang hilang terutama untuk kembalinya rahmat pengudusan yang hilang karena dosa.

13 Juli

Santo Heindrich II, Pengaku Iman

Heindrich lahir di Bavaria pada tanggal 6 Mei 972. Pangeran Bavaria ini dijuluki dengan nama yang ganjil ‘Heindrich der Zanker’, artinya Henrikus Sang Jagoan. Julukan ini tepat sesuai dengan tabiatnya yang suka bertarung dan tiada henti-hentinya berperang. Seluruh waktunya tersita di medan pertempuran dan tiada waktu baginya untuk mendidik putranya yang sama namanya, yaitu Heindrich. Meskipun demikian ia tidak menghendaki pendidikan anaknya terlantar sama sekali. Anaknya dipercayakan kepada para biarawan untuk dididik.

Suatu ketika dalam suatu penglihatan ajaib, Heindrich II ditemui oleh gurunya, Santo Wolfgang. Santo Wolfgang, gurunya, menunjukkan kepadanya kata ‘sesudah enam’. Penglihatan ini membuatnya terus bersiaga, karena ia mengira bahwa setelah enam tahun ia bakal mati. Selama kurun waktu enam tahun itu, ia terus berjaga-jaga dan berdoa. Pada akhir tahun keenam, ia baru mengerti arti penglihatan itu: ia dipilih menjadi raja Jerman, menggantikan ayahnya.
Karena telah terbiasa dengan cara hidup yang selalu siaga penuh dan selalu dekat dengan Tuhan, maka ketika ia naik tahkta ia bertekad: memerintah demi kemuliaan Tuhan. Sasaran utama pemerintahannya ialah ketertiban dalam seluruh kerajaan dan pembaruan Gereja.

Sepeninggal pamannya Otto III pada tahun 1002, ia dipilih menjadi kaisar. Namun ia terlebih dahulu harus berperang selama 12 tahun sebelum menduduki tahkta kekaisaran. Ia menyerang Italia untuk menjatuhkan Arduin dan Ivera dan dinobatkan menjadi raja Lombardia pada tahun 1004. Ia menghalau suku-suku bangsa Slavia yang menyerang wilayahnya. Kemudian ia membebaskan Bohemia dari kekuasaan Boleslav I dari Polandia, dan menyatukan daerah Bohemia, Moravia dan Burgundia ke dalam wilayah kekuasaannya. Ia menyerahkan kembali Hungaria kepada Gereja. Kemudian lagi, ia mengusir Paus tandingan Gregorius dan mengembalikan Paus Benediktus VIII ke atas tahkta kePausan. Akhirnya pada tahun 1014 ia dinobatkan menjadi kaisar di gereja Santo Petrus di Roma. Ia mendirikan tahkta Bamberg dan bersama istrinya Kunigunde berusaha memperbaharui kehidupan Gereja., mengikuti aturan biara Kluni. Ia menyumbangkan banyak harta kekayaannya untuk mendirikan gereja-gereja dan biara.

Heindrich sangat disegani dan dianggap sebagai kaisar yang adil dan murah hati. Diantara bangunan-bangunan yang ia dirikan, katedral Bamberg adalah yang paling indah. Ia meninggal dunia di Grona, dekat katedral Bamberg berdampingan dengan Santa Kunigunde, istrinya. Heindrich dinyatakan Gereja sebagai ‘Santo’ pada tahun 1146 oleh Paus Eugenius III (1145-1153).

Santo Eugenius, Uskup

Eugenius lahir pada tahun 481. Ia menjabat sebagai uskup Kartago, Tunisia ketika terjadi perang berkali-kalli di kawasan itu. Karena kegiatan-kegiatannya melayani dan meneguhkan umat untuk tidak mengikuti ajaran sesat Arianisme, maka ia ditangkap dan dibuang dua kali dari keuskupannya.

13 Agustus

Santo Hippolitus, Martir

Hippolitus adalah imam dan murid Santo Ireneus. Ia dikenal sebagai seorang pengarang terpelajar di Roma yang mempunyai sikap keras. Sikapnya yang keras itu tampak dalam peristiwa pemilihan Kalistus sebagai Paus. Hippolitus bukan saja melawan Kalistus sebagai Paus terpilih (217-222), tetapi juga mengakuinya sebagai Paus yang sah. Dalam sejarah kePausan, Hippolitus dikenal sebagai Paus tandingan pertama (217-222) di dalam sejarah Gereja.
Dalam masa pemerintahan Kaisar Maksimianus, Hippolitus bersama temannya Pontianus-yang kemudian menjadi pengganti Paus Kalistus dibuang jauh dari Roma. Namun ia tetap teguh dan menanggung peneritaan yang menimpa dirinya dengan sabar. Setelah Paus meninggal, Hippolistus tunduk pada Paus Pontianus, yang menggantikan Kalistus. Hippolitus bersama Pontianus kemudian dibunuh bersama-sama oleh kaisar pada tahun 235.

Beato Innosensius XI, Paus

Benedetto Odescalchi-demikian nama Innosensius-lahir di Como, Italia pada tanggal 19 Mei 1611. Masa pontifikatnya (1676-1689) ditandai dengan suatu perjuangan panjang lagi berat melawan campur tangan Raja Louis XIV dari Prancis (1643-1715) dalam urusan-urusan Gereja. Innosensius terkenal saleh, hemat dan rajin beramal demi membaharui semangat iman umatnya di Keuskupan Roma. Kecuali itu ia dikenal luas karena mengutuk ajaran-ajaran sesat Laxisme dan Quiestisme, dan menggalang persatuan di antara raja-raja Kristen menghadapi serangan bangsa Turki.

Semenjak kecil, Odescalchi dididik oleh imam-imam Yesuit di Como. Ketika menanjak dewasa, ia sibuk berdagang dan menjadi militer. Kemudian ia belajar ilmu hukum di Roma dan Napoli, hingga selesai pada tahun 1639. Hasratnya untuk mengabdi Tuhan dengan hidup sebagai imam tercapai ketika ia ditabhiskan imam beberapa waktu setelah menyelesaikan studinya. Karier Imamat Odescalchi dimulai pada bulan Juni 1643, tatkala Paus Urbanus VII (1623-1644) menunjuk dia sebagai sebagai presiden Kamera Apostolik, lembaga yang mengurus seluruh harta milik Tahkta Suci. Beberapa tahun kemudian, Paus Urbanus mengangkatnya menjadi Komisaris Apostolik untuk urusan pajak di Matches (1641-1655) dan menjadi Gubernur Macerata, Italia. Pada masa kepemimpinan Paus Innosensius X (1644-1655), Odescalchi diangkat menjadi diakon kardinal pada tanggal 6 Maret 1645 dan taklama kemudian menjadi imam kardinal. Kecerdasannya dalam menangani berbagai urusan mendorong Paus Innosensius X (1644-1655) memilih dia sebagai utusan Paus ke Ferrara, Italia untuk melayani kepentingan Gereja di sana.

Dari Ferarra, ia mendengar berita pengangkatan sebagai Uskup Novara, Italia. Ia kemudian ditabhiskan menjadi Uskup Novara pada tanggal 30 Januari 1651. Kariernya ditandai dengan berbagai usaha keras untuk memperbaiki kesejahteraan jasmani-rohani umatnya. Berbagai proyek pekerjaan umum diadakan di samping pembinaan rohani umat. Atas permintaan Paus Aleksander VII (1655-1667), Odescalchi menetap di Roma sesudah konklav. Jabatannya sebagai Uskup Novara diletakkannya pada tahun 1656. Tugasnya yang baru ialah membimbing berbagai kongregasi di Roma dan mengatur administrasi Gereja.

Sepeninggal Paus Klemens IX (1667-1669) pada tahun 1669, Odescalchi diajukan sebagai calon Paus. Namun konklav yang dipengaruhi oleh veto pihak Prancis, memilih Emilio Kardinal Altieri menjadi Paus dengan nama Klemens X (1670-1676). Pada sidang konklav berikutnya menyusul kematian Paus Klemens X, Odescalchi sekali lagi diajukan sebagai calon satu-satunya. Ia lalu diangkat menjadi Paus pada tanggal 21 September 1676 dengan nama Innosensius XI.

Sepanjang masa pontifikatnya, Innosensius dihadapkan pada masa campur tangah raja Louis XIV dari Prancis dalam urusan-urusan Gereja. Pertentangan ini memuncak tatkala Raja Louis memanggil suatu pertemuan rohaniwan-rohaniwan Prancis pada bulan Maret 1682. Pertemuan ini menyetujui empat usulan antiPaus yang dinamakan “Kebebasan-kebebasan Prancis”. Empat usulan itu meliputi: deklarasi tentang supremasi-supremasi konsili-konsili Ekumenis Gereja di atas Paus; penyangkalan terhadap hak-hak Paus untuk memecat raja-raja dan membebaskan bawahan-bawahannya dari ketaatan; dan desakan bahwa penilaian Paus dalam masalah-masalah iman memang menduduki peringkat tertinggi namun bukan tidak dapat salah tanpa persetujuan seluruh Gereja.

Innosensius mencela Kebebasan-kebebasan Prancis pada bulan April 1682, dan mengumumkan celaan-celaan terhadap rohaniwan-rohaniwan Prancis yang mengikuti pertemuan itu. Hubungan antara Paus dan Louis semakin runcing pada tahun 1685, tatkala Raja Prancis melancarkan suatu penganiayaan kejam terhadap kaum Protestan yang dihukum Innosensius sebagai kaum ekstrimis.
Paus menolak calon yang diajukan Louis untuk menduduki tahkta keuskupan agung Cologne, Jerman dan menunjuk seorang utusan yang tidak simpatik kepada Prancis. Monarki Prancis mengambilalih wilayah kePausan Avignon, Prancis, dan menangkap semua utusan Paus yang ada disana. Perselisihan ini terus berlangsung hingga masa pontifikat Aleksander VIII (1689-1691), menggantikan Innosensius.

Masa kepemimpinan Innosensius ditandai dengan berbagai usaha pembaharuan Gereja, dua dekrit terkenal melawan bidaah Laxisme dan Quietisme, dan perlawanan Eropa terhadap serangan bangsa Turki yang Islam. Tak lama sesudah ia menduduki tahkta kePausan, ia melancarkan program ekonomi untuk membatasi anggaran Kuria Roma. Dengan tegas ia melawan praktek nepotisme, membaharui cara hidup biarawan/wati di semua biara Roma dan mengajak seluruh umat untuk menerima Komuni Suci sesering mungkin.

Dengan berbagai bantuan, diplomasi dan usaha pastoral, Innosensius berhasil menghadang serangan bangsa Turki di Vienna pada tanggal 12 September 1683, di Bupadest pada tanggal 2 September 1686, dan pada tahun 1689 di seluruh wilayah Balkan. Setelah mengalami penderitaan panjang karena penyakitnya, Innosensius akhirnya meninggal dunia pada 12 Agustus 1689.

Santo Pontianus, Paus dan Martir

Paus berkebangsaan Roma dan putra Calpurnius ini memimpin Gereja Kristus dari tahun 230 sampai 235. Hari kelahirannya dan kisah hidup masa mudanya tidak diketahui. Masa awal pontifikatnya ditandai dengan perlawanan keras terhadap skisma yang ditimbulkan oleh Hippolitus, seorang penulis terkenal pada masa Gereja Purba. Kecuali itu, ia mengadakan sebuah sinode untuk memperkuat hukuman terhadap Origenes yang menyebarkan ajaran sesat.

Pontianus kemudian dijatuhi hukuman pembuangan oleh Kaisar Maksimianus Thracianus (235-238) yang melancarkan penganiayaan terhadap orang-orang Kristen. Bersama Hippolitus dan jemaat Kristen lainnya, Pontianus dibuang ke Sardinia. Agar supaya Gereja tidak mengalami kekosongan kepemimpinan, Pontianus melepaskan jabatannnya sebagai Paus dan diganti oleh Anterus pada tanggal 21 November 235. Di Sardinia, Pontianus mengalami banyak penderitaan dan akhirnya menghembuskan nafas karena penganiyaan atas dirinya. Hippolitus juga meninggal di Sardinia. Sebelumnya, ia mengakui kesalahannya dan berdamai dengan Gereja.

Pada masa kepemimpinan Paus Fabianus (236-250), jasad Pontianus dipindahkan ke Roma dan dikebumikan di pekuburan Santo Kalistus. Dari batu nisannya yang ditemukan pada tahun 1909, Pontianus dikenal sebagai seorang martir.

Santo Maximus, Pengaku Iman

Maximus lahir di Konstantinopel (sekarang: Istambul, Turki) pada tahun 580 dan meninggal dunia pada tahun 662. Ia dikenal luas sebagai seorang teolog ulung pada abad ke-7, pembela ortodoksi Kristen dan otoritas Gereja Roma. Setelah meletakkan jabatannya sebagai sekretaris Heraklius (610-641), Maximus menjadi biarawan dan Abbas di biara Chrysopolis (sekarang: Scutari, Turki). Ia menulis banyak buku teologi, mistik dan askase yang sangat berpengaruh terhadap mistisisme Byzantium saat itu. Sesudah tahun 638, ia dikenal luas sebagai seorang penyerang heresi Monotheletisme, yang mengajarkan bahwa Kristus hanya mempunyai satu kehendak, yaitu kehendak ilahi. Serangannya terhadap heresi itu memuncak tatkala Kaisar Konstan II (641-668) menerbitkan satu dekrit yang membela keberadaan dan ajaran heresi Monotheletisme.

Terbitnya dekrit kaisar itu menimbulkan kemarahan pihak Gereja. Paus Martinus I (649-655) segera mengadakan sebuah konsili di Roma untuk menghukum Heresi Monotheletisme sekaligus dekrit kaisar. Maximus tampil sebagai seorang peserta konsili yang vokal dan gigih mendukung Paus. Karena pandangan-pandangannya, ia dibuang kaisar Konstans pada tahun 655 di kota Bizya, Turki Barat. Pada tahun 662 ia dikembalikan ke Konstantinopel, tempat ia menghembuskan nafasnya yang terakhir setelah mengalami penganiyaan berat dari pihak kaisar. Karena kegigihannya membela iman Kristen dan Paus, Maximus dijuliki “Confessor” (=Pengaku Iman).

13 September

Santo   Yohanes Krisostomus, Uskup dan Pujangga Gereja 

Yohanes lahir di Antiokia, Syria antara tahun 344 dan 354 dari sebuah keluarga bangsawan. Ayahnya Secundus, seorang bangsawan di Antiokia dan komandan pasukan berkuda kerajaan. Ibunya, Anthusa, seorang ibu yang baik. Yohanes dididiknya dalam tata cara hidup yang sesuai dengan kebangsawanan mereka.

Ketika berusia 20 tahun, Yohanes belajar retorika (ilmu pidato) di bawah bimbingan Libanius, seorang ahli pidato yang terkenal pada masa itu. Libanius bangga akan kepintaran dan kefasihan Yohanes. Sekitar umur 20-an tahun, Yohanes baru dipermandikan menjadi Kristen. Kemudian bersama beberapa orang temannya, ia mendalami cara hidup membiara dan belajar teologi di bawah bimbingan Diodorus dari Tarsus, seorang pemimpin Sekolah Teologi Antiokia. Setelah itu, selama 6 tahun ia hidup menyendiri sebagai rahib di pegunungan Antiokia. Sekembalinya ke kota, Yohanes ditahbiskan menjadi diakon oleh Uskup Meletius dan pada tahun 386 ditahbiskan menjadi imam oleh Uskup Flavian I dari Antiokia. Ia ditugaskan mewartakan Injil di Antiokia. Keahliannya berpidato dimanfaatkannya dengan baik untuk menyampaikan ajaran Tuhan kepada umatnya. Kotbahnya menarik dan mendalam. Ia menguraikan makna Kitab Suci dengan menerangkan arti setiap teks Kitab Suci bagi kehidupan. Semenjak itu, Yohanes menjadi seorang imam yang populer di kalangan umat.

Sepeninggal Nectarius, Patriark Konstantinopel, pada tahun 397 Yohanes dipilih sebagai Uskup Konstantinopel. Pada masa itu, hidup susila penduduk kota sangat merosot. Hal ini mendesak dia untuk melancarkan pembaharuan hidup moral di seluruh kota dan di kalangan rohaniwan-rohaniwan. Kepandaiannya berpidato dimanfaatkannya untuk melancarkan pembaharuan itu. Kotbahnya sungguh tepat dan mengena, tegas dan terus-terang. Sabda Tuhan diterapkannya secara tepat sesuai situasi kehidupan susila umat. Oleh karena itu, ia dibenci oleh pembesar-pembesar kota dan uskup lainnya. Program pembaharuannya ditantang keras. Dalam suatu sinode di Oak, sebuah desa di Kalsedon, ia dikucilkan oleh uskup-uskup lainnya. Tetapi tak lama kemudian ia dipanggil kembali karena reaksi keras dari seluruh umat yang sayang kepadanya. Pada tanggal 9 Juni 404, sekali lagi ia diasingkan karena kritikannya yang pedas terhadap Kaisar (wanita) Eudoxia dan pembantu-pembantunya. Banyak penderitaan yang dia alami dalam pengasingan itu. Di sana ia meninggal dalam kesengsaraan sebagai saksi Kristus.

Yohanes dikenal sebagai seorang uskup yang saleh. Kotbah dan tulisan-tulisannya sangat berbobot dan menjadi saksi akan kefasihannya dalam berbicara. Oleh karena itu, ia dijuluki “Krisostomus” yang artinya “Si Mulut Emas.” Dalam kotbah dan tulisan-tulisannya dapat terbaca keprihatinan utama Krisostomus pada masalah keadilan dan penerapan ajaran Kitab Suci, baik oleh umat maupun oleh rohaniwan-rohaniwan.

13 Oktober

Santo Eduardus, Raja Inggris dan Pengaku Iman

Eduardus lahir di Islip Oxford, sebuah kota terkenal di Inggris kira-kira pada tahun 1004. Ayahnya, Ethelred, terhitung sebagai salah satu Raja Inggris yang tersohor namanya, sedang ibunya, Emma, adalah Ratu Normandia, Prancis Barat. Semenjak kecil, ia dididik di sekolah biara. Oleh pendidikan para biarawan itu, ia berkembang menjadi seorang putera raja yang berhati mulia, berbakti kepada Allah dan sesama, terutama rakyat kecil. Ketika berusia 10 tahun, ia lari ke tanah air ibunya, karena percobaan pembunuhan atas dirinya oleh bangsa Denmark yang menyerang Inggris. Di sana ia tinggal bersama pamannya, seorang panglima di Normandia, Prancis Barat. Di Normandia, ia tetap hidup suci dan menunjukkan sikap hidup yang terpuji di tengah-tengah segala kejahatan bangsa Normandia. Sebuah ungkapannya yang terkenal ialah: “Lebih baik saya kehilangan kerajaan daripada memperolehnya dengan darah dan pembunuhan.”

Sepeninggal saudaranya Hardecanute, Eduardus terpilih mengganti sebagai raja pada tahun 1042. Sebetulnya ia sendiri tidak suka menjadi raja, tetapi rakyat sangat mencintainya dan mendesak dia menjadi raja. Ia menerima jabatan itu dengan penuh pengorbanan dan tanggungjawab. Sebagai raja ia berusaha keras meniadakan semua kesan permusuhan, memperhatikan nasib kaum miskin dan rakyat kecil dan membantu perkembangan Gereja. Untuk menyemarakkan lagi penghayatan iman umat ia merombak semua kuil menjadi gereja bagi upacara-upacara suci. Walaupun ia mempunyai istri, namun ia hidup penuh pantang bersama Edith istrinya. Perhatiannya kepada para miskin begitu besar sehingga ia dijuluki ‘Bapa Kaum Miskin’.

Dalam Gereja, ia dikenal sangat berjasa. Ia mendirikan banyak gereja dan berusaha meningkatkan semangat iman umat. Ia sendiri rajin mengikuti Kurban Misa meskipun banyak kesibukannya. Ia mendirikan biara Westminster. Orang menjuluki dia ‘The Confessor’ artinya ‘Pengaku Iman’. Ia sangat membantu Gereja dalam menyebarkan ajaran Kristen. Ia wafat pada tanggal 13 Oktober 1066. Tahun 1617 dinyatakan sebagai ‘santo’; dua tahun kemudian jenazahnya dipindahkan ke biara Westminster oleh Santo Thomas Becket.

Santa Eustokia OSB, Pengaku Iman

Eustokia lahir sebagai anak haram seorang suster yang tergoda. Ia sering sakit dan kerasukan roh jahat. Tetapi karena berpegang teguh pada kerahiman Tuhan, lagi pula sangat sabar dan taat pada bimbingan bapa pengakuannya, suster di Padua, Italia ini menjadi suci. Jenazahnya tetap utuh sampai sekarang. Ia meninggal dunia pada tahun 1469.

13 November

Santo Stanislaus Kostka, Pengaku Iman

Stanislaus Kostka berasal dari Polandia. Bersama kakaknya Paul, ia dikirim belajar oleh orangtuanya di sebuah kolese Yesuit di Wina, Austria. Pada waktu itu ia baru berumur 14 tahun. Stanislaus, seorang pemuda yang periang, polos, dan peramah. Wataknya ini berbeda jauh dari kakaknya Paul. Bagi Paul, Stanislaus adalah seorang pengganggu, bagai duri di dalam matanya, sehingga ia sering memperlakukan Stanislaus secara kasar dan kejam. Stanislaus menerima semua perlakuan kakaknya itu dengan sabar. Namun akibatnya pada suatu hari ia jatuh sakit dan sangat kritis.

Dengan perlakuannya itu, Paul melalaikan kewajibannya sebagai seorang kakak yang seharusnya melindungi adiknya. Di Wina, mereka tinggal (indekos) di rumah seorang Protestan. Maka sewaktu Stanislaus jatuh sakit sangatlah mustahil untuk mendatangkan seorang imam. Ia minta pelayan memanggil seorang imam, namun tuan rumah tak mengizinkan seorang imam masuk ke dalam rumahnya. Untunglah bahwa ia ingat akan perlindungan Santa Barbara, yang menurut riwayat Orangorang Kudus-tak pernah membiarkan orang yang minta bantuan perantaraannya meninggal dunia tanpa dibekali sakramen-sakramen terakhir. Maka Stanis pun berdoa kepada Tuhan dengan perantaraan Santa Barbara; tiba-tiba Santa Barbara menampakkan diri kepadanya didampingi dua malaekat. Tuhan dan menerimakan komuni kudus kepadanya. Beberapa hari kemudian Santa Maria, sambil menggendong PuteraNya, memasuki kamarnya dan menyembuhkannya.

Sebagai ucapan syukur kepada kerahiman Tuhan padanya, Stanislaus bertekad masuk Serikat Yesus. Dalam mewujudkan tekadnya itu dan agar tekadnya itu tidak dihalang-halangi oleh ayahnya, ia melarikan diri ke Roma dengan berjalan kaki. Di sana ia diterima oleh Santo Petrus Kanisius dalam novisiat Yesuit setelah membuktikan kesungguhan hatinya dengan menyelesaikan semua tugas yang diberikan kepadanya. Stanislaus bersungguh-sungguh di dalam menghayati panggilannya itu. Sepuluh bulan lamanya ia menjalani masa novisiatnya dengan sangat setia. Ia sangat saleh meskipun umurnya masih sangat muda.

Ia kemudian jatuh sakit dan meninggal dunia pada tanggal15 Agustus 1868 bertepatan dengan Hari Raya Maria Diangkat Ke Surga. Stanislaus meninggal dunia sebagai novis Yesuit dalam usia 17 tahun. Segera setelah wafatnya, banyak orang cacat sembuh karena pengantaraannya. Mujizatnya yang terbesar ialah bahwa kakaknya Paul yang jahat dan kasar itu, mengubah cara hidupnya ketika ia mencari Stanislaus di Roma. Paul pun kelak menjadi orang kudus.

Santo Didakus, Pengaku Iman

Santo Didakus-yang disebut juga Diego/Santiago/Yakobus-lahir pada tahun 1400, dari sebuah keluarga Spanyol yang sederhana. Semasa mudanya ia tinggal di sebuah tempat sunyi sebagai pertapa. Rezeki hariannya diperoleh dengan menganyam tikar. Namun ia sadar bahwa tanpa bimbingan tidak mungkin ia dapat mencapai kesempurnaan hidup Kristiani. Karena itu ia masuk tarekat Saudara-saudara Dina Fransiskan sebagai bruder di biara Arrizafa.

Ia tidak mau menjadi imam meskipun terus-rnenerus ditawarkan jabatan klerus itu kepadanya, sehingga sampai saat kematiannya ia tetap seorang bruder. Bruder Didakus rajin dan saksama dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Di sela-sela kesibukannya ia tetap menyiapkan waktu untuk berdoa. Ia berharap bahwa pekerjaan-pekerjaannya itu berkenan di hati Tuhan. Pengetahuannya tentang soal-soal rohani yang didapatnya dengan berdoa dan bermeditasi sangat dalam sehingga para ahli teologi pun datang kepadanya untuk meminta pendapatnya mengenai soal-soal yang sulit. Perhatiannya terhadap para pengemis dan orang sakit mengagumkan.
Didakus pernah bekerja selama beberapa tahun di kepulauan Kanari. Ia meninggal dunia pada tahun 1463 di Alkala, Spanyol. Konon menjelang ajalnya, ia berulang-ulang mengucapkan ayat-ayat “Dulce lignum” dari perayaan hari Jumat Suci: “Kayu lezat, paku nikmat, sedap pula bebannya.”

Santa Fransiska Xaveria Cabrini, Pengaku Iman

Fransiska Xaveria Cabrini adalah orang pertama Amerika Serikat yang dinyatakan sebagai santa. Ia lahir di Sant Angelo di Lodi, dekat Milano, Italia pada tanggal 15 Juli 1850. Ayahnya petani kaya raya, kemenakan Agustins Defretis, orang penting kedua di Italia pada masa itu. Fransiska adalah puteri ke-13 dan anak bungsu. Sudah sejak kecil ia mendapat pendidikan yang baik dari para suster Hati Kudus. Sejak itu pula ia tertarik pada corak hidup membiara dan karya misi. Dua kali ia mengajukan permohonan menjadi biarawati, namun dua kali pula permohonannya ditolak karena kesehatannya kurang baik untuk menjalani hidup di biara.

Tetapi Uskup Dominikus Gelmini memberinya tugas sebagai perawat dan guru untuk anak-anak yatim-piatu di sebuah panti asuhan dekat kota Cordogno. Ia mengalami banyak kesukaran baik dalam tugas sebagai perawat dan guru, maupun dalam usahanya untuk menjadi seorang biarawati. Akhirnya baru pada tahun 1877, ia boleh mengucapkan kaul kebiaraannya. Keinginannya menjadi misionaris ke daerah Timur mendapat dukungan kuat dari uskupnya. Segera ia mendirikan sebuah tarekat religius yang kemudian terkenal sebagai tarekat Suster-suster Misionaris Hati Kudus. Dengan tarekat ini ia sangat berjasa bagi para imigran Italia yang tinggal di Chicago.

Pakaiannya sangat sederhana seperti yang lama. Paus Leo XIII (1878-1903) mengesahkan tarekat yang didirikannya, dan juga memberinya tugas baru menjadi misionaris di wilayah-wilayah Kristen di Barat yang lebih membutuhkan. Ditemani 6 orang suster, ia pergi ke Barat. Tidak sedikit kesukaran yang dialaminya. Namun dengan tekad dan kesungguhan hati yang membaja, ia berhasil berturut-turut mendirikan biara-biara, sekolah dan rumah sakit di seluruh Amerika Serikat, bahkan juga di Amerika Selatan dan Eropa. Oleh karena itu ia sering mengadakan perjalanan jauh walaupun kesehatannya sangat rapuh.
Pada tahun 1909, ia menjadi warga negara Amerika Serikat. Ia wafat di Chicago pada tanggal 22 Desember 1917, sebagai seorang penjasa besar bagi Amerika. Pada tanggal 7 Juli 1946, ia dinyatakan sebagai santa oleh Paus Pius XII (1939-1958). Ia dikenal sebagai pendiri Tarekat Suster-suster Misionaris Hati Kudus dan menjadi kebanggaan hati umat Amerika karena dialah orang kudus pertama Amerika Serikat.

13 Desember

Santa Lusia, Perawan dan Martir

Kata cerita kuno: Lusia lahir di Sirakusa, di pulau Sisilia, Italia pada abad ke-4. Orangtuanya adalah bangsawan Italia yang beragama Kristen. Ayahnya meninggal dunia ketika ia masih kecil, sehingga perkembangan dirinya sebagian besar ada dalam tanggungjawab ibunya Eutychia. Semenjak usia remaja, Lusia sudah berikrar untuk hidup suci murni. Ia berjanji tidak menikah. Namun ketika sudah besar, ibunya mendesak dia agar mau menikah dengan seorang pemuda kafir. Hal ini ditolaknya dengan tegas. Pada suatu ketika ibunya jatuh sakit. Lusia mengusulkan agar ibunya berziarah ke makam Santa Agatha di Kathania untuk memohon kesembuhan. Usulannya ditanggapi baik oleh ibunya. Segera mereka ke Kathania. Apa yang dikatakan Lusia ternyata benar-benar dialami ibunya. Doa permohonan mereka dikabulkan: sang ibu sembuh. Bahkan Santa Agatha sendiri menampakkan diri kepada mereka berdua. Sebagai tanda syukur, Lusia diizinkan ibunya tetap teguh dan setia pada kaul kemurnian hidup yang sudah diikrarkannya kepada Kristus.

Kekaisaran Romawi pada waktu itu diperintahi oleh Diokletianus, seorang kaisar kafir yang bengis. Ia menganggap diri keturunan dewa; oleh sebab itu seluruh rakyat harus menyembahnya atau menyembah patung dewa-dewa Romawi. Umat Kristen yang gigih membela dan mempertahankan imannya menjadi korban kebengisan Diokletianus. Mereka ditangkap, disiksa dan dibunuh. Situasi ini menjadi kesempatan emas bagi pemuda-pemuda yang menaruh hati pada Lusia namun ditolak lamarannya: mereka benci dan bertekad membalas dendamnya dengan melaporkan identitas keluarga Lusia sebagai keluarga Kristen kepada kaisar. Kaisar termakan laporan ini sehingga Lusia pun ditangkap; mereka merayu dan membujuknya dengan berbagai cara agar bisa memperoleh kemurniannya. Tetapi Lusia tak terkalahkan. Ia bertahan dengan gagah berani. Para musuhnya tidak mampu menggerakkan dia karena Tuhan memihaknya. Usahanya untuk membakar Lusia tampak tak bisa dilaksanakan. Akhirnya seorang algojo memenggal kepalanya sehingga Lusia tewas sebagai martir Kristus oleh pedang seorang algojo kafir.

Lusia dihormati di Roma, terutama di Sisilia sebagai perawan dan martir yang sangat terkenal sejak abad ke-6. Untuk menghormatinya, dibangunlah sebuah gereja di Roma. Namanya dimasukkan dalam Doa Syukur Agung Misa. Mungkin karena namanya berarti ‘cahaya’ maka pada Abad Pertengahan orang berdoa dengan perantaraannya memohon kesembuhan dari penyakit mata. Konon, pada waktu ia disiksa, mata Lusia dicungkil oleh algojo-algojo yang menderanya; ada pula cerita yang mengatakan bahwa Lusia sendirilah yang mencungkil matanya dan menunjukkan kepada pemuda-pemuda yang mengejarnya. Ia wafat sebagai martir pada tanggal 13 Desember 304. Semoga kisah suci hidup Santa Lusia memberi peringatan kepada kita, lebih-lebih para putri kita yang manis-manis, supaya bertekun dalam doa dan mohon perlindungannya.

Santa Odilia atau Ottilia, Pengaku Iman


Konon, Odilia lahir di Obernheim, sebuah desa di pegunungan Vosge, Prancis pada tahun 660. Ayahnya, Adalric, seorang tuan tanah di daerah Alsace; ibunya bernama Bereswindis. Odilia lahir dalam keadaan buta sehingga menjadi bahan ejekan tetangga yang sangat memalukan keluarganya. Ayahnya sedih sekali menghadapi kenyataan pahit ini. Ia merasa bahwa kebutaan itu sangat merendahkan martabat keluarganya yang bangsawan itu. Sia-sia saja semua usaha istrinya untuk meyakinkan dia bahwa kebutaan itu mungkin merupakan suatu kehendak Tuhan yang mempunyai suatu maksud tersembunyi bagi kemuliaanNya. Siapa tahu anak ini di kemudian hari dapat menjadi berkat bagi orang lain. Adalric benar-benar bingung dan tidak sudi menerima kehadiran anak buta ini sebagai buah hatinya sendiri. Dia bahkan menghendaki agar bayinya itu dibunuh saja.

Tak ada jalan lain bagi ibu Bereswindis kecuali melarikan puterinya yang malang itu ke suatu tempat yang aman demi keselamatannya. Ia berprinsip: biarlah puterinya diserahkan kepada orang lain untuk dijadikan sebagai anak angkat. Orang lain itu ialah seorang ibu petani yang dahulu pernah menjadi pembantu di rumahnya. Ketika peristiwa pelarian ini diketahui banyak orang, ibu Bereswindis menyuruh ibu pengasuh itu melarikan bayinya ke Baume-les-Dames, dekat Besancon. Di sana ada sebuah biara suster. Untunglah bahwa suster-suster di biara itu rela menerima dan bersedia mengasuh Odilia. Sampai umur 12 tahun, anak itu belum juga dibaptis. Pada suatu hari Tuhan menggerakkan Santo Erhart, Uskup Regensburg, pergi ke biara Baume-les-Dames, tempat puteri malang itu berada. Di sana ia mempermandikan puteri buta itu dengan nama Odilia. Uskup Erhart pun menyentuh mata puteri buta itu, dan seketika itu juga matanya terbuka, dan ia dapat melihat. Mujizat ini segera diberitahukan kepada keluarga Odilia. Uskup Erhart pun memberitahukan kesembuhan mata Odilia di biara Suster-suster Baume-les-Dames kepada ayahnya. Tetapi sang ayah tetap menolak menerima dan mengakui Odilia sebagai anaknya. Hugh, kakak Odilia yang kagum akan mujizat penyembuhan adiknya berusaha mempertemukan Odilia dengan ayahnya di sebuah bukit, disaksikan oleh kerumunan rakyat. Melihat kenekatan Hugh, sang ayah menjadi berang, lalu memenggal kepala Hugh. Tetapi kemudian ia menyesali perbuatannya yang kejam itu dan dengan terharu menerima Odilia sebagai anaknya.

Odilia meneruskan karyanya di Obernheim bersama kawan-kawannya. Dia mengabdikan dirinya dalam karya-karya amal membantu orang-orang miskin dengan semangat pengabdian dan cinta kasih yang tinggi. Tak lama kemudian ayahnya bermaksud menikahkan dia dengan seorang pangeran. Hal ini ditolaknya dengan tegas dan Odilia kemudian melarikan diri ke tempat yang jauh dari ayahnya. Meskipun ia tetap dikejar-kejar dan dipaksa ayahnya, namun ia tetap pada pendiriannya. Akhirnya ayahnya mengalah dan membujuknya pulang dan berjanji mendirikan sebuah rumah yang bisa dijadikan sebagai biara di Hohenburg. Di situ ia menjadi kepala biara. Ia juga mendirikan biara lain di Niedermunster. Odilia wafat pada tanggal 13 Desember 720. Banyak mujizat terjadi di kuburnya.

Sumber http://imankatolik.or.id/