NYALA API CINTA: “BEBAS DARI BELENGGU”
BEBAS DARI BELENGGU
Pelbagai jenis vaksin pencegah Covid-19 sudah diedarkan. Indonesia termasuk negara yang secara cepat merespon dan menyuntikkan vaksin itu. Harapannya, dengan itu negeri tercinta segera lepas dari belenggu.
Sebagai barang baru vaksin itu mengundang kontroversi. Ada yang menolak, ada yang setuju. Yang menerimanya percaya bahwa itu menawarkan jalan keluar dan kesempatan yang layak diambil. Sebaliknya, para penolak mencurigai bahwa vaksin itu tidak aman dan penjualan serta penggunaannya diboncengi kepentingan ekonomi. Kecurigaan yang belum tentu bebas dari “self-interest” itu menghambat manusia lepas dari belenggu. Mereka yang menolak divaksin terkesan lebih memilih tetap terbelenggu. Kalau tidak oleh virus Covid-19, sekurang-kurangnya oleh belenggu egoisme kepentingan.
Tak mudah melepaskan manusia dari belenggu. Sejak zaman dahulu manusia pandai menemukan alasan untuk tetap tinggal dalam belenggu yang dianggapnya lebih aman dan nyaman.
Itulah yang terjadi tatkala pada hari Sabat Sang Guru Kehidupan menyembuhkan orang yang mati sebelah tangannya (Mrk 3: 1-6). Kaum Farisi yang tidak menyukai-Nya menganggap bahwa penyembuhan itu melanggar hukum. Mereka kemudian meninggalkan sinagoga itu dan bersama kaum Herodian merancang pembunuhan terhadap-Nya (Mrk 3: 6).
Amat jelas, bahwa maksud baik (melepas belenggu) bisa mendatangkan pelbagai reaksi. Bukan hanya menerima atau menolak; bahkan ada yang sedemikian benci hingga merancang pembunuhan. Sang Guru Kehidupan yang datang untuk menyembuhkan, membebaskan dan menghidupkan justru akan dimatikan.
Hingga kini perilaku demikian masih ditemukan. Di tengah usaha pemerintah membebaskan rakyat dari belenggu Covid-19 ada sekelompok orang yang hatinya panas. Melihat Indonesia lepas dari belenggu, rasanya tidak ikhlas. Mengapa demikian? Karena mungkin keberhasilan vaksinasi itu akan mengancam kepentingan mereka.
Ironis, di tengah upaya Tuhan membuat manusia yang sakit dibebaskan dari belenggu, muncul manusia yang sebelumnya sehat justru malah terbelenggu. Kini, yang terancam Covid-19 ingin bebas dari belenggu penyakit. Sementara mereka yang sehat malah menyuntik dirinya dengan virus mematikan. Minimal mati rasa dan simpatinya terhadap usaha pemerintah melepas belenggu.
Shek O HK, 20 Januari 2021
RP Albertus Herwanta, O. Carm.
Sumber Indonesian Carmelites